Memory and Tommy (1)

Masih cukup gelap saat itu. Ketika sinar mentari belum menampakkan diri sepenuhnya kepada planet ini, terlihatlah seorang perempuan sedang berdiri termenung di balik jendela kamarnya yang terletak di lantai 2 dari sebuah gedung tua berwarna merah kecokelatan. Matanya menatap kosong, pikirannya tak dapat terbaca. Sejenak ia menempelkan tangannya di jendela kemudian melepaskannya. Terlihatlah sebuah pola berbentuk tangan yang membekas di jendela itu. Memory pun tersenyum melihat bekas tangannya sendiri yang menempel di jendela. Ada sebentuk kelegaan yang timbul dalam dirinya ketika melihat bekas tempelan tangannya itu. Perlahan-lahan, mata emasnya kembali bersinar, wajahnya pun terlihat sedikit lebih relaks, dan seutas senyum pun terlihat meskipun malu-malu. Namun sejenak kemudian ia kembali meragu. Matanya kembali kosong, pikirannya tak terbaca. Tanpa disadarinya, ia melontarkan sebuah pertayaan,



”Aku sudah cukup berusaha kan?” Memory bertanya pada bayangannya sendiri yang terpantul di kaca jendela. Tak ada jawaban. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah suara mobil yang tiba-tiba melintas di jalanan depan gedung tempat Memory berada. Itu bukanlah jawaban yang ia inginkan.

Senyum yang tadi merekah di wajah Memory pun memudar. Matanya kembali kosong, pikirannya tak dapat terbaca.

Tak berapa lama kemudian, kegelapan memudar. Sang Mentari telah terbit dari timur dan menunjukkan keperkasaannya pada kegelapan. Dengan segera, kegelapan yang sedari tadi menyelimuti bumi terhapus seketika. Pagi telah datang untuk dunia.

Namun, sekuat apapun Sang Mentari bersinar ternyata tak sanggup menghapuskan mendung di hati Memory.

Matanya kosong, pikirannya tak dapat terbaca.

***

Hari itu pasti adalah hari terbaik yang pernah dialami Thomas. Pertama, Thomas mendapatkan bonus yang sangat besar dari bosnya sebagai uang tutup mulut setelah ia memergokinya sedang melakukan sesuatu yang tak pantas dengan perempuan yang bukan istrinya. Kemudian, Thomas yang sedang merasa beruntung pergi ke meja poker terdekat dari kantornya dan berhasil melipatgandakan uangnya hingga empat kali lipat. Dan menjelang hari itu berakhir, Thomas menemukan dirinya telah berada di dalam Ferrari berwarna merah yang baru saja dipinjamnya dari penyewaan mobil dengan kecepatan lebih dari 100 mil per jam––dalam keadaan mabuk.

Dalam keadaan itu, ada tiga hal yang terekam jelas dalam ingatan Thomas. Pertama, lirik lagu The Beatles ’Ticket to Ride’ yang diputar kencang-kencang di tape Ferrarinya. Kedua, suara benturan keras ketika Ferrari itu menabrak lampu lalu lintas. Dan terakhir, seorang perempuan berambut panjang berwarna keemasan dengan bola mata berwarna emas pula.

Setelah itu, yang dapat diingat oleh Thomas hanyalah cairan berwarna merah segar yang mengalir tanpa henti dari dahinya dilanjutkan dengan bintang-bintang yang seolah berputar di atas kepalanya dan ditutup dengan kegelapan. Kegelapan yang menandakan semuanya telah berakhir. Ya, hari terbaik Thomas adalah hari terakhir dalam hidupnya, tampak sangat indah bukan?

***

Memory masih menatap dengan kosong, pikirannya kali ini melanglangbuana entah kemana. Namun, lamunan Memory terpaksa dihentikan ketika sebuah suara yang sangat keras mengalihkan perhatiannya. Tampak dari mata Memory, sebuah mobil berwarna merah menyala yang dikemudikan oleh seorang lelaki muda, menabrak lampu lalu lintas hingga bagian depannya hancur lebur. Pengemudinya tidak beruntung, ia lupa menggunakan sabuk pengaman, sehingga kepalanya membentur setir dengan cukup keras. Darah pun mengalir tanpa henti dari dahinya, tampaknya ia tak akan selamat.

”Haruskah aku menolongmu?” Memory bertanya entah kepada siapa, tapi dari matanya, tampak bahwa ia menujukannya pada pengemudi nahas tersebut.

Pengemudi itu tidak menjawab tentu saja, namun entah bagaimana Memory berhasil membulatkan tekad.

”Baiklah, jika itu adalah kehendakmu. Aku jadi penasaran siapa dan darimanakah orang ini sampai-sampai harus kutolong.”

Setelah mengucapkan kata-kata tadi, Memory menempelkan tangannya di jendela kembali. Namun kali ini, Memory tidak langsung melepaskannya. Matanya dipejamkan dan pikirannya ia fokuskan. Dalam hatinya, ia mengucapkan sesuatu,

”Tunjukkan padaku masa lalunya!”

Sejenak terjadi keheningan yang amat sangat, dan detik selanjutnya tubuh Memory seolah tertelan oleh suatu kekuatan besar yang terpusat di telapak tangannya sampai tak bersisa lagi. Selanjutnya yang tersisa hanyalah wangi tubuhnya yang masih bersisa di kamar itu. Ya, Memory telah pergi untuk menjalankan tugasnya yang kesekian tanpa mengetahui kapan ia akan kembali.

bersambung

Komentar

Postingan Populer