Fragmentasi 2' 37''


Sore itu masih cukup terang rasanya. Namun entah mengapa udara dingin sudah mulai merasuk dan entah bagaimana seluruh bulu kudukku berdiri. Aku tahu tak seharusnya aku di sini, aku harus pergi.

Tik tok tik tok tik tok tik tok



Dua jam 37 menit sebelumnya

Jarum pendek yang tertancap pada jam tanganku sudah mulai mendekati angka lima. Aku tidak begitu tertarik sesungguhnya. Apa yang membuatku benar-benar tertarik adalah melihat jarum detiknya yang berputar-putar mengelilingi jam tanganku tanpa henti. Ujung jarumnya diukir sedemikian rupa supaya membentuk gambar hati yang sering kulihat pada sebuah perayaan di pertengahan Februari (aku tidak bisa mengingat apa namanya). Laksana panah cupid, mungkin itulah yang bisa menggambarkan jarum detik pada jam tanganku membuatku betah mengamatinya berjam-jam. Aku sangat menyukainya. Sayang aku sudah tidak menyukai orang yang memberikannya lagi, tapi toh jam tangan ini tetap milikku bukan?



Dua jam 21 menit sebelumnya

Menunggu itu membosankan, apalagi kalau harus menunggu tanpa memiliki sesuatu pun untuk dikerjakan. Tapi apalagi yang bisa kulakukan? Sampai sang klien datang kurasa aku hanya bisa bermain-main dengan jam tangan ini. Kuharap ia akan segera datang.



Satu jam 11 menit sebelumnya

Mungkin ini hanya kebetulan, namun aku melihatnya lagi. Apa yang ia lakukan di sini? Aku tak habis pikir. Seolah-olah dunia ini hanya sebesar daun kelor, bagaimana mungkin aku bisa bertemu dengannya? Di tempat seperti ini? Di saat seperti ini? Aku tidak paham, tapi bagaimanapun juga aku tak bisa menghindar bukan? Eh sebentar, dia tidak melihatku, ah dia pergi ke atas––yes! Aku tak perlu bertemu dengannya. Itu berarti saatnya mengambil langkah seribu––tapi tunggu dulu! Apa itu yang tergeletak di sana? Sebuah dompet? Miliknya?



59 menit sebelumnya

Mungkin karena sedang kepo, aku pun terbirit-birit mengambilnya dan bergegas untuk pergi ke kamar mandi terdekat. Aku pilih bilik kosong yang berada paling pojok, tepat di sebelah Janitor's room, berharap tak kan ada satu orang pun yang terpikir bahwa ada seorang manusia di sini. Begitu masuk ke dalam bilik kosong itu aku merasakan napasku memburu kencang, dadaku sesak, sesak sekali. Aku mengambil napas panjang dan menenangkan diriku terlebih dahulu. Bagiku ini sesuatu yang tak menyenangkan dan aku tahu aku harus tenang harus tenang harus tenang harus tenang. Kupandangi lagi jarum detik cupid itu dan mulai menghitung sampai 30.

1  .2 . .3 .  . 4  . .5 . .6 . . 7 . .. . 8 . 9 . . . . 10 . . . .11 . . .12 .  13 . . . 14 . . 15 . . 16 . . .17 . . .18 . .19 . .20 . . .21 . . 22 . . 23 . 24 . . . 25 . . . . .26 . . . . . .27 . . . . . .28 . .. . . . .29 . . . . . .30



24 menit sebelumnya

Tak ada satu pun yang lebih berarti di dunia ini, selain cinta
Manusia boleh menjelajahi seisi dunia
Mencari uang sebanyak-banyaknya
Mencoba menemukan satu bentuk kebahagiaan sejati
Namun sebelum menemukan cinta, manusia tak kan pernah puas
Ia akan terus mencari, terus mencari, terus mencari
Sampai ia menemukannya atau sampai ia mati dan membusuk
Begitulah takdir manusia yang sama menyedihkannya dengan. . . 

Berakhir, tulisan itu terpotong begitu saja. Aku tetap tidak bisa memahaminya, sama seperti biasanya. Kulipat kembali kertas tersebut dan kumasukkan kembali ke dalam dompetnya. Kutenangkan lagi napasku sambil mendongak ke atas dan berpikir, "Sekarang apa yang akan kulakukan dengan benda ini?"



Present Time

Kulihat kembali jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Bulu kudukku terasa merinding. Ternyata ini sudah bukan sore lagi. Tak kusangka ternyata aku sudah menghabiskan satu jam di dalam bilik ini. Kuyakin tempat ini pun sudah akan tutup sebentar lagi. Oh dasar bodoh. 

Komentar

Postingan Populer