Memory of Despair



“Apa aku bisa bertemu denganmu lagi?”

Mendengar pertanyaan itu, laki-laki tua yang sedari tadi membersihkan kacamatanya itu tiba-tiba menghentikan aktvitasnya. Ruangan kecil itu pun menjadi hening. Sejenak laki-laki tua itu pun mengernyitkan alisnya dan memakai kacamatanya. Ia kemudian menatap dalam-dalam ke mata gadis kecil yang telah menanyakan pertanyaan tadi. Dalam hatinya ia tahu bahwa ia tidak ingin menjawab pertanyaan ini, namun ketika melihat matanya yang bersinar keemasan itu, dalam sekejap ia menyadari bahwa yang dihadapinya bukanlah seorang gadis kecil. Gadis itu telah siap dan ya, laki-laki tua itu sudah tidak bisa membohonginya lagi. Ia harus mengatakan yang sebenarnya.

“Jika aku bisa hidup sampai lima ratus tahun lagi kurasa jawabannya iya, tapi aku tidak bisa gadisku, hanya kamu yang bisa.”

Mendengar jawaban itu, gadis kecil itu pun menerawang jauh entah ke mana, kemudian kembali menatap mata laki-laki tua tersebut. Sebenarnya ia telah mengetahui jawaban
dari pertanyaannya, namun dalam hatinya ia masih ingin menjadi gadis kecil yang masih merasa belum siap dengan tugas yang akan diembannya. Karena itulah ia membutuhkan sebuah pengharapan palsu dari laki-laki tua yang telah merawatnya bagaikan seorang ayah ini. Sebuah pengharapan yang mengatakan bahwa ia tidak akan pernah sendirian dan laki-laki tua itu akan tetap bersamanya selamanya. Sayangnya, ia menyadari bahwa waktunya telah tiba untuknya dan laki-laki tua itu harus berhenti untuk membohonginya.
Sejenak ia merasa takut, tapi entah bagaimana ia berhasil menemukan keberaniannya dan ia pun tersenyum.

“Kalau begitu aku akan sangat merindukanmu, James.”
“Aku akan selalu mendoakanmu. Percayalah, semua akan baik-baik saja.”

Mereka pun berpelukkan dengan sangat erat seolah tak ada lagi hari esok. Dari luar hubungan mereka akan terlihat seperti seorang ayah dan anak yang sangat erat. Sayangnya, hubungan mereka tidaklah sesederhana itu.

“Aku sudah siap, James. Sekarang kau bisa mengantarkanku.”

Laki-laki tua itu pun terperangah, ia terkejut melihat gadis kecil yang dulunya ia gendong dan nyanyikan ninabobo ini telah benar-benar tumbuh dewasa. Gadis kecil itu telaah memutuskan dengan berani, sesuatu yang bahkan ia sendiri tak berani untuk memutuskan. Sekejap rasanya ia akan menangis, namun ia menahannya. Ia menatap lagi mata emas dari gadis kecil itu hanya untuk melihat bahwa tidak ada keraguan sedikitpun dari matanya, kemudian mengecup dahinya. Rambutnya yang juga berwarna keemasan ia belai dengan lembut seraya membisikkan sesuatu yang membuat gadis kecil itu tersenyum. Kehangatan seperti ini tidak akan terjadi lagi dan laki-laki tua itu sadar bahwa ia harus menggunakannya dengan sebaiknya.

“Baiklah, aku akan mengantarkanmu. Tapi sebelumnya, maukah kamu memakan Cheese Cake buatanku untuk terakhir kalinya?”

Sejenak gadis kecil itu berpikir. Selama ini ia tidak pernah menyukai Cheese Cake buatan laki-laki tua itu. Entah rasanya yang terlalu asin atau terlalu manis, yang jelas ia tidak menyukainya. Tapi itulah satu-satunya makanan yang dapat dibuat oleh laki-laki tua itu. Sebuah resep makanan yang dulu diajarkan oleh mantan istrinya.

Walaupun ia tidak menyukainya, tapi ia tahu bahwa ia tidak akan memakan Cheese Cake buatan laki-laki tua itu lagi.

“Baiklah aku mau, tapi buat yang enak ya, dan jangan terlalu asin.”
“Tentu saja, akan kubuatkan Cheese Cake terenak yang pernah kamu rasakan. Kamu pasti tidak akan menyesalinya.”


***

Komentar

Postingan Populer