Kisah Seorang Ayah, Seorang Anak, dan Seekor Keledai


Bagi orang-orang yang selalu merasa bingung dengan pendapat orang lain tentang diri sendiri dan tidak tahu harus berbuat apa, aku punya satu kisah menarik yang dapat dijadikan bahan renungan dan pembelajaran.

Alkisah di suatu masa hiduplah seorang ayah dan anak yang bepergian dari kampungnya ke sebuah kota dengan menunggangi keledai. Keledai tersebut dinaiki berdua. Melihat hal tersebut orang-orang menjadi geram dan berkata, "sungguh manusia tak tahu diri! Binatang lemah dinaikki berdua." Mendengar hal tersebut sang ayah menjadi malu dan memutuskan untuk turun dari keledai itu bersama anaknya. Perjalanan pun dilanjutkan dengan menuntun keledai itu.

Di tengah jalan, orang-orang yang melihatnya menjadi tertawa terbahak-bahak seraya berkata, "dasar orang bodoh, punya kendaraan kok malah tidak dinaiki." Mendengar hal tersebut, sang ayah kembali malu. Ia memutuskan untuk menaiki keledai itu sementara sang anak dibiarkan berjalan. Sayangnya, orang-orang justru berkata, "Ayah tak tahu diri, dia naik keledai smeentara anaknya dibiarkan berjalan." Kesal, sang ayah turun dan menyuruh sang anak menaikinya sementara ia berjalan. Tentu saja orang-orang kembali mencela dengan berkata, "Anak tak tahu diri, ayahnya yang renta ia biarkan berjalan kaki." Karena tak tahu apa lagi yang harus dilakukan, mereka memutuskan untuk berjalan sambil menggotong keledai itu.

Orang-orang pun semakin terbahak-bahak. Malu dan bingung, sang ayah memutuskan untuk membuang keledai tersebut ke sungai, tapi orang-orang malah berkata, "dasar pembunuh!" Putus asalah sang ayah dan karena stress berlebihan, ia memutuskan untuk bunuh diri dengan menceburkan dirinya ke sungai.

Kisah tersebut adalah sebuah pelajaran mengenai apa yang akan terjadi bila kita terlalu banyak mendengarkan kata orang. Pada akhirnya, kita harus memilih mana yang kita anggap benar dan mana yang salah. hal ini didasarkan pada falsafah arab yang menyatakan, "Persetujuan dari seluruh orang, sebaik apapun hal tersebut, adalah sesuatu yang mustahil. Jadi karena tidak dapat semuanya, maka yang ada saja yang dimanfaatkan." Intinya, kita harus menyadari bahwa sebuah pemikiran yang kita ciptakan, sebaik apapun, tidak mungkin dapat diterima oleh semua orang. Oleh sebab itu, kita harus lebih lapang dalam menerima kritik namun itu tidak boleh menggoyahkan keyakinan kita akan apa yang benar. Semoga ini dapat bermanfaat :)

sumber:
Munawar-Rachman, Budhy. 2006. Nurcholish Madjid dan Perdebatan Islam di Indonesia. Jurnal Universitas Paramadina vol. 4, No. 3 Agustus 2006: 244.
http://peperonity.com/go/sites/mview/kisah.renungan.dan.motivasi/33977912

Komentar

Postingan Populer