Perkenalan dengan Ilmu Politik: Politik Bisa Menjadi Menyenangkan

“Apa itu politik?”
”Tempat para penjahat, mas. Penjahat kelas kakap.”
”Ah, politik itu kotor mas, isinya akal picik semua.”
”Saya nggak suka sama politik mas.”
”Politik itu mas, injak di bawah, rangkul di samping, jilat di atas.”


*** 

Barusan itu adalah tanggapan dari teman-temanku ketika ditanya mas Bima apa itu politik. Tidak ada jawaban yang bagus memang karena kenyataannya di Indonesia, seperti itulah wajah politik yang ditampilkan pada khalayak umum. Tapi tanggapan di atas seharusnya tidak ditunjukkan pada politik namun kepada aktor-aktor yang bermain di dalamnya. Karena sesungguhnya, politik itu jauh lebih baik dari tanggapan yang diberikan teman-temanku tadi.


Apa itu politik? Menurut Miriam Budiardjo, politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan tersebut. Tapi tentu saja itu sangat membosankan. Tidak ada anak muda yang mau repot-repot menghapalkan kalimat panjang dan tidak menarik seperti itu, apalagi memahaminya (Kecuali kalau mau ujian). Karena itulah mas Bima membuat sebuah definisi lain yang tentunya jauh lebih menarik dan membuat politik itu tampak menyenangkan.

Politik adalah seni untuk merebut, mempertahankan, dan memperbesar kekuasaan demi kepentingan rakyat untuk jangka panjang. Ya, politik adalah sebuah seni dan politik itu bisa menjadi menyenangkan tergantung cara memandangnya. Dan pandangan mas Bima tadi cukup mewakili apa yang ingin dilihat oleh anak muda Indonesia kepada politik. Sayangnya di Indonesia, politisi yang kita lihat di layar kaca selalu memutarbalikkan pandangan mas Bima tadi menjadi seni untuk merebut kekuasaan demi kepentingan pribadi untuk jangka pendek. Seandainya semua politisi di Indonesia memiliki pandangan yang seru dengan mas Bima, tentunya kita tidak akan melihat wajah Nazaruddin atau Gayus di layar kaca kita.

Lalu mengapa di Indonesia, politik bisa mendapat tanggapan sedemikian buruk dari anak muda sebayaku? Jawabannya terletak pada cara aktor-aktor politik itu mengenalkan politik pada anak-anak. Tidak ada langkah serius dari pemerintah untuk mengenalkan wajah politik yang menyenangkan pada anak-anak. Coba bandingkan dengan AS yang menerbitkan buku-buku karikatur pemimpin mereka dilengkapi dengan sistem pemerintahannya yang mudah dipahami untuk anak-anak. Kemudian menayangkan film-film heroik tentang Kennedy, Abraham Lincoln, dan politisi AS lainnya. Ini memang hal-hal yang sederhana, namun berhasil membuat anak-anak di sana melek terhadap politik dan juga menumbuhkan rasa nasionalisme. Sementara di Indonesia, untuk sekedar mengetahui apa itu politik, maka kita harus membaca buku-buku tebal seperti Dasar-Dasar Ilmu Politik yang amat membosankan. Wajarlah kalau anak muda sebayaku menjadi tidak tertarik pada politik.

Pengetahuan tentang politik itu penting, sangat penting bahkan, bagi kelangsungan suatu negara. Sebagai warga negara, kita wajib mengkritisi pemimpin kita karena kita memilihnya. Sebagai pembayar pajak, kita juga wajib mengetahui untuk apa pajak itu digunakan, apakah sudah memenuhi kebutuhan kita atau belum? Tanpa pengetahuan dan kepedulian kita terhadap politik, tentulah pemerintah akan semakin sewenang-wenang dalam menggunakan jabatannya dan uang pajak yang telah kita amanatkan pada mereka. Karena itulah penting sekali bagi anak muda sebayaku untuk lebih melek terhadap politik. Daripada kita serahkan kekuasaan negeri ini pada orang-orang yang lebih suka menggunakan politik untuk kepentingannya sendiri, lebih baik kita rebut kekuasaan itu dari tangan mereka, kemudian kita pertahankan dan perbesar demi kepentingan rakyat dan untuk jangka panjang! 


Jakarta, 27 September 2011
-gema-

Komentar

Postingan Populer