Sekolah Baruku
Universitas Paramadina
Bina ilmu dan rekayasa
Karya wirausaha berakhlak mulia
Demi kebahagiaan bersama
Persaudaraan umat manusia
Lingkungan kampus pusat budaya
Mekarkan potensi kreatif
Suburkan tradisi intelektual
Muliakan kebebasan ilmiah
Reguklah kitab dan hikmah
Selamat datang insan muda
Datanglah dengan salamah
Selamat datang insan muda
Datanglah dengan salamah
***
Tiga bait puisi di atas merupakan mars dari sekolah baruku, di lingkungan baru, dan dengan teman-teman yang baru. Universitas Paramadina yang didirikan oleh alm. Prof. Dr. Nurcholish Madjid, yang lebih dikenal dengan Cak Nur, pada 10 Januari 1998 bukanlah sekedar universitas yang didirikan untuk menciptakan mesin pekerja ataupun mencari peluang bisnis. Melainkan untuk menciptakan sebuah universitas ideal yang mampu menciptakan generasi muda yang cakap dalam menjalankan bidangnya sekaligus menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Kira-kira itulah yang dapat kutangkap dari hari pertamaku di Universitas Paramadina ini.
Tentu saja itu hanyalah sebuah visi, yang kuyakini juga berasal dari idealisme sang penciptanya sendiri. Namun harus kuakui bahwa aku sangat sepaham dengan hal ini. Karena idealnya, sekolah adalah tempat bagi para siswa untuk belajar dan mengembangkan pikirannya. Apalagi untuk level mahasiswa dimana kita diharapkan untuk bukan hanya menerima ilmu, tapi juga harus menciptakan ilmu baru sampai kita diwajibkan untuk membuat skripsi. Tentu akan sangat sulit jika kita harus melakukannya di bawah tekanan klasik yaitu ’IP tinggi saja tidak bisa dapat kerja apalagi yang rendah.’
Sejak lulus SMA, aku sudah bertekad bahwa jika aku kuliah, aku tidak akan menggunakannya untuk mencari peluang mendapat kerja, melainkan murni untuk mendapatkan ilmu baru dan menggunakannya untuk apapun yang kusuka. Karena itulah ketika aku mengetahui bahwa sekolah baruku memiliki visi yang kurang lebih sama denganku, aku jadi sangat senang dan bertambah yakin bahwa aku telah memilih universitas yang tepat untuk menjadi tempat belajarku 3.5 tahun ke depan (Amiin lulus 7 semester.)
Namun aku juga menyadari bahwa kebanyakan visi sekolah, perusahaan, negara, atau instansi apapun biasanya hanyalah bagus di ucapan atau papan besar yang ditempel, dengan tulisan sangat besar, di depan bangunan tersebut namun sangat minim sekali terlihat dari tindakannya. Walau tidak jarang juga ada sebuah instansi dimana seluruh komponennya, mulai dari pemimpinnya, sampai anggotanya yang paling rendah mampu untuk menjiwai visi instansi mereka dan bukan hanya mampu mengucapkan atau menghapalkannya, melainkan juga bertindak dan berperilaku sesuai dengan visi tersebut. Contoh paling mudah adalah Palang Merah Internasional. Dan dalam tulisan ini aku berharap bahwa Universitas Paramadina merupakan golongan yang kedua.
Kemudian kalau kita membicarakan tentang visi, maka perlu diketahui bahwa visi itu berasal dari kata dalam bahasa Inggris ’vision’ yang berarti pandangan. Maka dapat dimengerti bahwa visi itu seharusnya ada dalam diri kita sendiri karena orang lain tidak mungkin mampu memandang apa yang kita pandang dan setiap orang tentu harus memiliki visi agar hidup mereka mampu berjalan seperti yang mereka harapkan. Jadi ada baiknya seorang calon mahasiswa dalam memilih universitas lebih mengutamakan kecocokan visi universitas dengan visinya sendiri agar tidak terjadi kekecewaan dalam menerima pelajaran, kemudian barulah memikirkan kecocokan prodi dengan minatnya. Setelah semuanya cocok, barulah memikirkan soal peluang kerja. Namun sekali lagi, ini hanyalah sebuah idealisme dan aku tahu bahwa kenyataannya yang terjadi saat ini adalah sebaliknya. Namun selalu ada kesempatan untuk berubah bukan?
***
Kembali lagi ke Paramadina, aku jadi ingin membicarakan tentang mars yang kutulis di atas tersebut. Dengan membacanya sekilas saja tentu kita dapat mengetahui bahwa mars itu sangatlah kental dengan visi dari Universitas Paramadina sendiri.
Bait pertama menceritakan tentang Universitas Paramadina dengan visinya yang sedemikian hebat sampai ingin mewujudkan persaudaraan umat manusia. Ya, ’Small but Giant’ merupakan slogan yang sangat sering diucapkan oleh pak Anies Baswedan, selaku rektor dari Universitas Paramadina kini, yang menginginkan agar Universitas Paramadina dapat menjadi City University yang kecil namun dapat merengkuh dunia. Kurasa itu bukanlah mimpi yang tidak bisa diraih dengan kemajuan teknologi saat ini dan entah kenapa aku selalu memiliki keyakinan bahwa pak Anies akan sanggup untuk mewujudkannya.
Lalu bait kedua lebih banyak memberikan pesan-pesan yang positif dan juga inspiratif seperti ’Suburkan tradisi intelektual’ yang kurang lebih berarti agar kita selalu melestarikan tradisi kita yang bermanfaat namun juga ’Muliakan kebebasan ilmiah’ yang tentu saja menyuruh kita agar dapat membuka lebar pikiran kita terhadap segala ilmu yang bermanfaat agar kita tidak terpaku pada tradisi kita dan ilmu lama saja.
Dan bait terakhir yang sebenarnya dimaksudkan sebagai reff. Kurang lebih adalah ucapan selamat datang dan ya, kurasa juga sebagai peringatan yang tersirat dalam kata ’Datanglah dengan salamah.’ Salamah berasal dari kata dalam bahasa Arab yang berarti selamat dan menurut beberapa ulama juga merupakan kata dasar dari Islam. Jadi ’Datanglah dengan salamah’ kurang lebih berarti bahwa kita harus selalu menjaga etika dan sikap sebagai seorang muslim ketika berada dalam lingkungan Universitas Paramadina. Itu hanyalah pikiranku tentu saja.
Sejujurnya lirik mars ini sangatlah bagus dan benar-benar mewakili Universitas Paramadina. Dan nadanya tentu saja sangatlah bagus jika dinyanyikan oleh penyanyi yang tepat. Tentu saja mars ini harus dihapal dan akan dinyanyikan hampir setiap saat selama ospek berlangsung. Sialnya aku sudah lupa dengan nada lagu ini. Namun jika mengingat teman-temanku tadi siang dan juga cara mereka menyanyikannya, kurasa aku tidak akan sendiri nantinya.
Yah, kurasa hanya itu yang bisa kutulis. Hari ini aku baru mendapatkan daftar perkap yang akan digunakan dalam Grha Mahardika Paramadina-nama lain dari ospek- yang akan berlangsung pada tanggal 12-14 September depan dan itu sudah cukup untuk membuatku berputar-putar kota Jakarta hari ini. Aku tahu ini hanyalah awal dan ini sudah terasa amat berat. Namun aku tahu bahwa masih banyak hal-hal baru yang juga tidak akan lebih ringan dari apa yang telah kuhadapi hari ini. Dan aku akan selalu siap untuk menghadapinya.
Hari ini aku telah merasakan bagaimana menjadi seorang Commuter atau kalau di Semarang disebut Nglaju. Dan entah kenapa wajah teman-temanku selalu terlihat amat heran begitu mengetahui bahwa aku tinggal di Bogor. Yah, kurasa mereka memang belum pernah merasakan perjalanan satu jam di sela-sela kepadatan kota Jakarta. Aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan tentangku tapi yang jelas bagiku, setelah terbiasa dengan semua itu, rasanya biasa saja.
Jakarta, 10 September 2011
-gema-
Komentar
Posting Komentar
jangan lupa kasih komentar ya?
makasih atas komentarnya,, pasti akan sangat bermanfaat :)